PENILAIAN PRESTASI KERJA
TUGAS SOFTSKILL
NAMA : nico adhitia s
NPM :
25215044
KELAS : 4EB10
DOSEN : BUDI PRIJANTO

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2018
PENILAIAN PRESTASI KERJA
PENGERTIAN PENILAIAN
PRESTASI KERJA
Penilaian Prestasi
Kerja (PPK) adalah “suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap prestasi kerja
para pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang obyektif dan berkaitan
langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara berkala”.
Sebagaimana yang dikemukakan
oleh French (1986), PPK pada dasarnya merupakan kajian sistematik tentang
kondisi kerja pegawai yang dilakukan secara formal. Menurut French, kajian
kondisi kerja ini haruslah dikaitkan dengan standar kerja yang dibangun, baik
itu standar proses kerja maupun standar hasil kerja. Tidak kalah pentingnya,
organisasi harus mengkomunikasikan penilaian tersebut kepada pegawai yang
bersangkutan.
Dengan demikian
sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah kecapakan/kemampuan pegawai
melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang diberikan, penampilan atau perilaku
dalam melaksanakan tugas, sikap dalam menjalankan tugas, cara yang digunakan
dalam melaksanakan tugas, ketegaran jasmani dan rohani di dalam menjalankan
tugas, dan sebagainya.
Penilaian atau
investasi kerja juga sering dilakukan secara informal oleh supervisoratau
atasan terhadap bawahannya. Bedanya, penilaian yang informal tersebut adalah
spontanitas dari supervisor atau atasan dan tidak dirancang
secara khusus sebagimana halnya PPK. Selain itu penilaian atau evaluasi kerja
secara informal cenderung lebih ke arah memperbaiki pekerjaan keseharian dari
pada penilaian terhadap kemampuan atau perilaku kerja pegawai. Sedangkan PPK
adalah kajian kondisi pegawai dengan rancangan dan metode khusus.
BEBERAPA TUJUAN
PENILAIAN PRESTASI KERJA
PPK dapat digunakan
untuk berbagai tujuan. Beberapa Tujuan Umum penggunaan PPK
dalan organisasi industri maupun non indutri adalah :
·
Peningkatan imbalan
(dengan system merit),
·
Feed back/umpan balik bagi pegawai yang bersangkutan,
·
Promosi,
·
PHK atau pemberhentian
sementara,
·
Melihat potensi kinerja
pegawai,
·
Rencana suksesi,
·
Transfer/pemindahan
pegawai
·
Perencanaan pengadaan
tenaga kerja
·
Pemberian bonus
·
Perencanaan karier
·
Evaluasi dan pengembangan
Diklat
·
Komunikasi intenal
·
Kriteria untuk validasi
prosedur suksesi
·
Kontrol pengeluaran.
Secara garis besar
terdapat dua Tujuan Utama PPK, yaitu :
a. Evaluasi terhadap
tujuan (goal) organisasi, mencakup :
·
Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui di mana posisi mereka.
·
Pengembangan data yang
valid untuk pembayaran upah/bonus dan keputusan promosi serta menyediakan media
komunikasi untuk keputusan tersebut.
·
Membantu manajemen membuat
keputusan pemberhentian sementara atau PHK dengan memberikan “peringatan”
kepada pekerja tentang kinerja kerja mereka yang tidak memuaskan. (Michael
Beer dalam French, 1986).
b. Pengembangan tujuan
(goal) organisasi, mencakup :
·
Pelatihan dan bimbingan
pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan pengembangan potensi di masa
yang akan datang.
·
Mengembangkan komitmen
organisasi melalui diskusi kesempatan karier dan perencanaan karier.
·
Memotivasi pekerja
·
Memperkuat hubungan atasan
dengan bawahan.
·
Mendiagnosis problem individu
dan organisasi.
OBYEK PENILAIAN
PRESTASI KERJA
·
Hasil kerja individu
Jika mengutamakan
hasil akhir, maka pihak manajemen melakukan penilaian prestasi kerja dengan
obyek hasil kerja individu. Biasanya berlaku pada bagian produksi dengan
indikator penilaian output yang dihasilkan, sisa dan biaya per-unit yang
dikeluarkan.
·
Perilaku
Untuk tugas yang
bersifat instrinsik, misalnya sekretaris atau manajer, maka penilaian prestasi
kerja ditekankan pada penilaian terhadap perilaku, seperti ketepatan waktu memberikan
laporan, kesesuaian gaya kepemimpinan, efisiensi dan efektivitas pengambilan
keputusan, tingkat absensi.
·
Sifat
Merupakan obyek
penilaian yang dianggap paling lemah dari kriteria penilaian prestasi kerja,
karena sulit diukur atau tidak dapat dihubungkan dengan hasil tugas yang
positif, seperti sikap yang baik, rasa percaya diri, dapat diandalkan, mampu
bekerja sama.
PENGARUH
PENILAIAN PRESTASI KERJA
a. Terhadap Individu
Hasil PPK dapat
berpengaruh positif maupun negatif terhadap moral kerja pekerja. Hal ini
dimungkinkan mengingat peranan hasil PPK yang dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan manajemen SDM.
Cara pandang pegawai
terhadap PPK dan penggunaan hasil PPK menentukan positif atau negatif pengaruh
PPK pada pegawai yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika PPK lebih dipandang
sebagai kritik dari pada pertolongan perusahaan
terhadap pegawai. Maka PPK akan menumbuhkan rasa “was-was” pada diri pegawai
yang bersangkutan saat dilakukan PPK atau penerapan hasil PPK. Perasaan was-was
ini pada gilirannya akan menurunkan semangat kerja. Sebaliknya jika PPk lebih
dipandang sebagai pertolongan atau pemberian kesempatan
pengembangan diri dari pada kritik, maka PPK akan membuat pegawai
yang bersangkutan bertambah giat dan selalu berupaya mengembangkan
kreativitasnya di dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dengan demikian sisi pandang atau
interprestasi pegawai terhadap PPK merupakan hal yang mendasari baik buruknya
akibat perubahan sikap/moral pekerja setelah menerima hasil PPK. Karenanya
pemilihan metode yang tepat dengan tolok ukur yang tepat serta waktu yang tepat
merupakan kunci yang dapat mengeliminir kecurigaan pegawai terhadap
subyektivitas penilai saat melakukan PPK.
b. Terhadap Organisasi
PPK mempengaruhi
orgnisasi, khususnya pada proses kegiatan SDM. Sebagaimana halnya dengan
pengaruh PPK terhadap individu, informasi hasil penilaian merupakan umpan balik
sukses tidanya fungsi personalia. Besar kecilnya pengaruh PPK pada organisasi
tergantung sedikit banyaknya pada informasi yang didapat dari hasil PPK
tersebut. PPK yang komprehensif dapat menghasilkan informasi yang cukup.
Informasi yang bisa didapat antara lain rekrutmen, seleksi, orientasi,
kebutuhan diklat dan sebagainya.
Jika sejumlah besar
pegawai menerima hasil PPK dengan nilai buruk, maka dapat diduga kemungkinan
adanya kelalaian atau kesalahan program perencanaan SDM pada organisasi yang
bersangkutan. Atau kungkin hal tersebut terjadi akibat target goal yang
ditetapkan terlalu tinggi, sementara kemampuan pegawai dan/atau fasilitas yang
ada pada organisasi tersebut belum memungkinkan untuk mencapai target goal terebut.
Selain untuk
mengevaluasi program manajemen SDM. PPK juga dapat digunakan untuk
mengembangkan SDM organisai seperti promosi, kenaikan upah, bonus, pelatihan
dan sebagainya. Dengan perkataan lain, hasil Penilaian Prestasi Kerja dapat
digunakan untuk mengevaluasi dan mengembangkan SDM saat ini serta mengkaji
kemampuan organisasi untuk menentukan kebutuhan SDM di masa yang akan datang.
METODE PENILAIAN
PRESTASI KERJA
Pendekatan yang
dilakukan dalam penilaian prestasi kerja pegawai sangat banyak. Dari sekian
banyak metode yang digunakan dapat dikelonpokkan menjadi dua bagian, yaitu 1)
metode yang berorientasi masa lalu, seperti : Skala Grafik dengan Rating,
Metode Ceklis (Checklist), Metode Essai, Metode Pencatatan Kejadian
Kritis, dan Metode Wawancara; dan 2) metode yang berorientasi masa depan, yakni
penilaian diri, tes psikologi, MBO, dan pusat penilaian.
A. Metode Penilaian Yang Berorientasi
Masa Lalu
1) Skala Grafik Dengan Rating
Skala grafik dengan rating atau
juga dikenal dengan metode rating konvensional, adalah metode
yang banyak digunakan. Terdapat banyak versi tentang metode ini namun semuanya
berfokus pada perilaku spesifik atau karakteristik pegawai yang berkaiatan dengan
kinerja kerja. Contoh skala Rating dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dalam versi terbaru skala grafik dengan rating perilaku spesifik pegawai
diuraikan kembali berdasarkan perbedaan tingkatan dan perbedaan
departemen/bagian pekerjaan untuk masing-masing karakteristik. Kelemahan metode
ini adalah perilaku yang dinilai tidak spesifik dan penilai cenderung
memberikan nilai rata-rata.
2) Metode Checklist
Metode checklist adalah
metode PPK dengan cara memberi tanda (V) pada uraian perilaku negatif atau
positif pegawai/karyawan yang namanya tertera dalam daftar. Masing-msing
perilaku tersebut diberi bobot nilai. Besarnya bobot nilai tergantung dari
tingkat kepentingan perilaku tersebut terhadap suksesnya suatu pekerjaan.
Perhatikan contoh berikut :
Keuntungan dari metode ini mudah untuk
digunakan dan dapat menghindari kecenderungan pemberian nilai rata-rata atau
pemberian nilai karena kemurahan hati. Namun karena keharusan adanya relevansi
antara item perilaku yang terdaftar dalam penilaian prestasi dengan
pekerjaan yang dilaksanakan, maka dibutuhkan keahlian khusus untuk membangun
sejumlah item perilaku yang berbeda untuk jenis pekerjaan dan
tingkatan yang berbeda. Oleh karena itu dibutuhkan bantuan tenaga profesional
yang andal di bidang ini. Ketidakandalan dalam membuat itemperilaku
dan kesesuaian bobot nilai masing-masing item dapat
mengakibatkan ketidaksesuaian di dalam pemberian ukuran-ukuran item.
Akibatnya para supervisor kesulitan di dalam
mengiterprestasikan hasilnya.
3) Metode Esai
Pada metode ini,
penilai menuliskan sejumlah pertanyaan terbuka yang terbagi dalam beberapa
kategori. Beberapa kategori pertanyaan terbuka yang biasa digunakan :
1.
Penilaian kinerja seluruh
pekerjaan.
2.
Kemungkinan pekerja
dipromosikan
3.
Kinerja kerja pegawai saat
ini
4.
Kekuatan dan kelemahan
pegawai
5.
Kebutuhan tambahan training
Pendekatan ini
memberikan fleksibilitas pada penilaian dengan tidak memasyarakatkan perhatian
khusus pada sejumlah faktor. Di sisi lain karena metode ini menggunakan
pertanyaan yang sangat terbuka, maka penilai akan kesulitan untuk membandingkan
dan menilai jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut. keberhasilan metode ini
juga sangat tergantung pada kemampuan dan kriativitas supervisor dalam
mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan jawaban yang benar-benar dapat mewakili
kondisi pegawai yang dinilai.
4) Metode Pencatatan Kejadian
Kritis
Metode pencatatan
kejadian yang kritis adalah Penilaian Prestasi Kerja yang menggunakan
pendekatan dengan menggunakan catatan-catatan yang menggambarkan perilaku karyawan
yang sangat baik atau yang sangat buruk. Perhatikan contoh berikut :
5) Metode Wawancara
Selain kelima metode
di atas, PPK pegawai juga dapat dilakukan dengan cara Wawancara.
Maksud dari penggunaan cara wawancara ini adalah agar pegawai mengetahui posisi
dan bagaimana cara kerja mereka.
Selain itu wawancara juga dimaksudkan
untuk :
a.
Mendorong perilaku
positif.
b.
Menerangkan apa
target/sasaran yang diharapkan dari pegawai.
c.
Mengkomunikasikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan upah dan promosi.
d.
Rencana memperbaiki
kinerja di masa yang akan datang.
e.
Memperbaiki hubungan
antara atasan dengan bawahan.
B. Metode Penilaian Yang Berorientasi
Masa Depan
a) Penilaian Diri (self
appraisal)
Metode ini menekankan
adanya penilaian yang dilakukan karyawan terhadap diri sendiri dengan tujuan
melihat potensi yang dapat dikembangkan dari diri mereka.
b) Tes Psikologi
Biasanya dilakukan
dalam bentuk wawancara mendalam, tes psikologi, diskusi, review terhadap hasil
evaluasi pekerjaan karyawan. Tes ini dilakukan oleh psikolog untuk mengetahui
potensi karyawan yang dapat dikembangkan dimasa datang. Beberapa tes psikologi
yang dapat dilakukan, seperti tes intelektual, emosi, motivasi.
c) Management By
Objectives (MBO)
Management By
Objectives (MBO) yang diperkenalkan oleh
Peter Drucker adalah sistem yang menggambarkan kajian tentang target/sasaran yang
hendak dicapai berdasarkan kesepakatan antara supervisor dan
bawahannya. Kajian tentang bagaimana baiknya bawahan berprestasi selalu
ditinjau ulang dan dilakukan secara periodik. Uji coba selalu dibuat untuk
menuliskan target/sasaran dari segi kuantitas. Para ahli
percaya bahwa target/sasaran dapat dan selayaknya ditetapkan
secara kuantitatif.
Persyaratan Pelaksanaan Metode MBO
Untuk melaksanakan
penilaian dengan metode MBO, secara umum terdapat sejumlah ketentuan yang harus
dilaksanakan yaitu :
1.
Supervisor dan bawahan sama-sama menyetujui elemen target pekerjaan
bawahan yang akan dinilai periode tertentu (6 bulan atau 1 tahun).
2.
Bawahan sungguh-sungguh
melakukan kegiatan untuk mencapai masing-masing target.
3.
Selama periode tersebut
bawahan secara periodik mereview perkembangan pekerjaan ke arah
target yang akan dicapai.
4.
Pada akhir periode, supervisor dan
bawahan sama-sama mengevaluasi hasil pencapaian target.
Keuntungan MBO
Keuntungan terbesar
dari metode MBO adalah teredianya target/sasaran panilaian
kinerja yang merupakan kesepakatan antara supervisor dan bawahannya. Pada
tingkat individu, MBO dapat menjadikan pegawai melakukan kontrol diri,
membangun kepercayaan diri, memotivasi diri, memperbaiki kinerja, mengembangkan
masa depan dan mempunyai pengetahuan penuh tentang kriteria yang akan
dievaluasi.
Pada tingkatan
sehubungan interpersonal, MBO dapat meningkatkan hubungan antara bawahan dengan
atasan, memperbaiki komunikasi, dan menyediakan kerangka kerja (framework)
yang lebih baik. Pada tingkat organisasi, perbaikkan kinerja kerja secara
keseluruhan, teridentifikasinya potensi manajemen dan kebutuhan pengembangan,
koordinasi sasaran/target yang lebih baik, dan terkuranginya
duplikasi serta overlapping tugas dan aktivitas merupakan
keuntungan yang bisa didapat dari metode MBO.
Kelemahan MBO
Pendekatan MBO
bukanlah metode yang paling sempurna. MBO efektif bila sistematis dapat
menyatukan setting target yang dibuat oleh individu dan
organisasi. Target yang dihasilkan bersama antara supervisor dan
bawahan dengan sendirinya berbeda dengan target yang telah ditetapkan
organisasi. Dengan demikian MBO juga merupakan autocritic organisasi.
Salah satu kelemahan
MBO adalah : membutuhkan waktu yang cukup lama hingga terkesan terjadi pemborosan
waktu. Beberapa masalah yang mungkin timbul akibat diterapkannya metode MBO
adalah:
1.
Terlalu banyak tekanan
pada ukuran tujuan kuantitatif dapat membawa pada pengabaian tanggung jawab penting
lainnya.
2.
Tekanan pada kuantitas
mungkin akan mengorbankan kualitas.
3.
Jika evaluasi didasarkan
pada kesepakatan hasil yang dicapai, maka bawahan secara sengaja atau tidak
sengaja menset target yang rendah sebagai hasil yang mereka capai.
4.
Memungkinkan adanya
tendensi mengadopsi target/tujuan yang dianggap penting oleh bawahan yang dominan.
5.
Penyedia (supervisor)
dapat mengasumsikan tidak ada Latihan dan Bimbingan.
Tim MBO
Dalam membangun dan
mengembangkan target/sasaran, program MBO kebanyakan menggunakan
sistem one-on-one antara supervisor dengan
bawahan. Pada kebanyakan instansi, sistem one-on-one tidak
dapat dilaksanakan pada kebanyakan pekerjaan yang sifatnya interpenden,
terutama pada tingkat manajer dan supervisor. Baik manajer maupun supervisor kesulitan
bila harus melakukan one-on-one pada seluruh bawahannya untuk
membangun dan mengkaji ulang target/sasaran yang hendak
dicapai. Di samping memakan waktu yang cukup lama, juga akan mengganggu
kegiatan kerja. Karenanya pada kabanyakan instansi, metode MBO ini dilakukan
dengan menggunakan pendekatan tim untuk mengkaji ulang target-target tersebut.
proses MBO dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
d) Pusat
Penilaian (Assesment Centre)
Merupakan lembaga
pusat penilaian prestasi kerja, dimana lembaga tersebut berfungsi melakukan
penilaian prestasi kerja terhadap karyawan suatu perusahaan. Lembaga ini
biasanya telah memiliki berbagai bentuk metode penilaian karyawan yang telah
ditandarisasi, seperti tes psikologi, diskusi, wawancara, simulasi.
PENILAI , VALIDITAS &
RELIABILITAS DALAM PPK
Sebagimana
diungkapkan di atas, departemen SDM atau personalia berperan di dalam membuat
rencana rancangan, memilih metode yang akan digunakan, serta memilih siapa yang
akan menilai karyawan. Keputusan yang diambil oleh Departemen SDM atau
personalia sangat berpengaruh pada hasil PPK. Rancangan yang salah dan/atau
pemilihan metode serta penilai yang salah akan mengakibatkan kesalahan
informasi yang didapat dari hasil PPK. Dengan perkataan lain, informasi hasil
prestasi kerja dapat menjadi tidak absah (invalid) dan tidak dipercaya (unreliable).
Dengan demikian
selain metode Penilaian Prestasi Kerja yang digunakan, maka untuk mengembangkan
atau merancang PPK perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Pemilihan
Penilai, 2) Validitas (benar) dan 3) Reliabilitas (dapat dipercaya).
A. Pemilihan Penilai
Memutuskan siapa yang
akan mengevaluasi pegawai adalah sesuatu yang sangat penting dalam merancang
program penilaian prestasi. Secara umum diakui bahwa penilaian oleh penyelia (supervisor)
sangat dilakukan dengan mengkombinasikan penilaian supervisor dan nonsupervisor. Langkah
tersebut diambil untuk menghindari subyektivitas dan/atau kesalahan yang
mungkin terjadi bila penilai hanya supervisor atau atasan
pegawai yang bersangkutan saja. Untuk DP3 pegawai negeri, penilai selain atasan
langsung juga atasan dari atasan pegawai yang bersangkutan.
Menurut French (1986) penilai dapat
terdiri dari :
a. Supervisor/atasan pegawai yang
bersangkutan.
b. Diri pegawai yang bersangkutan.
c. Teman sekerja.
d. Bawahan, dan
e. Grup/kelompok, atau
f. Kombinasi dari
penilai-penilai di atas.
PPK pegawai yang
dilakukan oleh atasan langsung paling banyak dijumpai. Atasan merupakan orang
yang diberikan otoritas formal untuk melakukan penilaian. Atasan selalu
memonitor kerja bawahannya serta mengawasi pemberian imbalan yang diakibatkan
oleh kinerja pegawai yang bersangkutan. Secara khusus, atasan adalah orang
dengan posisi terbaik yang mengawasi kinerja bawahan serta menilai sejauh mana
kinerja yang disajikan sesuai dengan target/sasaran yang
ditetapkan oleh unit kerjanya maupun organisasi secara keseluruhan.
Pada beberapa
organisasi, pegawai yang bersangkutan menilai kinerja kerja dirinya sendiri (self
evaluation). Pendekatan ini dilakukan dalam kaitannya dengan upaya
membangun moral karyawan. PPK oleh diri sendiri dapat dikombinasikan dengan
penilaian yang dilakukan oleh atasan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Pendekatan ini lebih menjurus pada penggunaan metode MBO. Atasan dan pegawai
yang bersangkutan secara independen melakukan persiapan evaluasi kerja.
Kemudian keduanya bertemu untuk mendiskusikan kajian mereka. Setelah itu mereka
melengkapi kajian tentang tanggung jawab mendatang, perbaikan rencana,
membangun aktivitas, tujuan karier dan ringkasan kinerja. Satu keuntungan dari
pendekatan ini adalah tersedianya basis untuk mengklarifikasikan harapan dan
persepsi pegawai yang bersangkutan dan atasan.
Penilaian oleh teman
sekerja, meskipun tidak biasa digunakan namun mempunyai kelebihan yaitu relatif
lebih dipercaya (reliable). Realibilitas ini didapat dari fakta di mana
teman sekerja selalu berinteraksi satu sama lain dalam kerja keseharian dan
karena teman sekerja dianggap sebagai penilai yang independen. Panilai oleh
bawahan penting terutama yang berkaitan dengan aspek kepemimpinan, karena
bawahan adalah orang yang paling merasakan dampak dari kepemimpinan atasannya.
Sama halnya dengan penilaian yang dilakukan oleh teman sekerja, panilaian oleh
bawahan termasuk yang jarang digunakan.
Selain penilaian oleh
atasan langsung, penilaian yang dilakukan oleh grup merupakan pendekatan
panilaian yang banyak digunakan. Orang-orang yang terkumpul dalam grup
penilaian ini adalah mereka yang mengetahui materi serta metode penilaian yang
digunakan yang dapat menyediakan data yang lebih dari penilaian oleh atasan.
B. Validitas (absah)
Berkaitan dengan
perancangan dan penggunaan metode, maka absahan (validitas) merupakan sesuatu
yang harus dipertimbangkan. Yang dimaksud dengan keabsahan adalah bahwa nilai
yang didapat oleh seseorag, terkait dengan pelaksanaan pekerjaan atau dengan
berbagai kriteria obyektif lain yang telah ditentukan sebelumnya. Maksudnya
data atau informasi yang didapat harus aktual saat diperoleh. Sebagai contoh,
prestasi kerja yang hanya dinilai satu tahun sekali dan dilakukan pada akhir
tahun, sedikit banyaknya akan mengurangi keabsahan (validitas) panilaian karena
kemungkinan besar, data atau informasi perilaku dan ketrampilan yang didapat
hanyalah terakhir.
C. Reliabilitas (dapat dipercaya)
Yang dimaksud dengan
dipercaya (reliable) ialah bahwa hasil yang diperoleh konsisten setiap
kali diambil dari dan oleh orang yang sama. Skor atau hasil penilaian tetap
sama walaupun menggunakan metode yang berbeda. Reliabilitasmetode
penilaian dapat ditingkatkan dengan melatih penilai untuk
dapat menilai secara lebih baik.
D. Peranan Departemen SDM
Departemen SDM dalam kaitannya dengan
PPK berperan sbb :
a. Merancang dan
mengimplementasikan program Penilaian Prestasi Pegawai.
b. Menentukan siapa yang
akan menilai, dan metode apa yang akan digunakan.
c. Memimpin sejumlah
penelitian tentang cara atau metode penilaian yang lebih bersifat adil (dapat
dipercaya dan benar).
BERBAGAI KENDALA DALAM PENILAIAN PRESTASI KERJA
a.
Pemilihan Metode Terbaik
Hingga saat ini tidak
satupun dari metode panilaian prestasi di atas dikatakan sebagai yang terbaik untuk
semua kondisi dan sitasi organisasi. Kondisi dan situasi yang berbeda
menghendaki metode dan sistem yang berbeda. Menurut French (1986), metode PPK
yang terbaik tergantung pada :
a.
Pendekatan pada metode
penilaian pada pekerjaan yang akan dinilai.
b.
Variasi faktor organisasi
yang dapat menolong mengimplementasikan program penilaian (Iklim
organisasi, training prosedur penilaian, dan lain-lain).
b.
Kesalahan Penilaian
Penilaian yang benar
dan dapat dipercaya terutama penting di dalam menggunakan kesempatan
yang sama pada pekerja untuk mendapatkan petunjuk pelaksanaan (Juklak)
atau guidelines kerja. Sayangnya supervisor dapat
membuat kesalahan yang mengakibatkan peniaian menjadi kurang benar dan kurang
dapat dipercaya.
Kesalahan yang
mungkin dilakukan oleh penilai berkaitan dengan faktor manusia,
dimana penilai tidak dapat terlepas dari unsur subyektif dalam manusia.
Kesalahan tersebut di antaranya adalah :
1). Hallo Effect dan Horn
Effect
Dalam bab 3 telah
dijelaskan bahwa pewawancara dapat melakukan kesalahan yang disebut dengan halo
effect dan horn ffect. Kesalahan tersebut juga dapat
dilakukan oleh penilai. Kesalahan halo effect sangat
dimungkinkan bila penilai terpesona oleh perilaku pegawai seperti penampilan
atau kepribadiannya. Kekaguman ini dapat menutup mata penilai terhadap
kelemahan pegawai yang lain. Sebaliknya bila pegawai membuat kesalahan kecil
namun membekas di hati penilai, maka bisa jadi nilai yang didapat hasilnya
buruk meskipun sesungguhnya ia memiliki prestasi lebih.
2) Kecenderungan menilai rata-rata cukup
atau menengah.
Kebanyakan penilai
kurang berani mencantumkan nilai yang rendah atau yang tinggi. Sikap ini
merupakan cerminan sebagaimana umumnya masyarakat dalam menilai. Penilaian yang
tinggi dikhawatirkan akan menjadikan pegawai sombong dan lupa diri, sebaliknya
penilaian yang rendah dikhawatirkan dapat menjatuhkan mental pegawai. Karenanya
seringkali penilai mencantumkan nilai rata-rata atau nilai tengah.
3) Karena “kemurahan hati”
Subyektivitas lainnya
adalah kemurahan hati. Banyak penilai tidak tega mencatumkan nilai sebenarnya.
Seringkali panilai mencantumkan nilai katrolsebagai kemurahan hati.
Ketidakberanian mencantumkan nilai rendah selain karena khawatir akan
menjatuhkan mental pegawai, juga karena penilai khawatir disalahkan oleh
organisasi. Karena bisa jadi rendahnya nilai bukan semata-mata kesalahan
pegawai tapi karena kesalahan panilai dalam menilai (tidak valid dan
tidak reliable) atau penetapan target yang salah.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar